GadgetDIVA - Di tengah gencarnya penerapan kecerdasan buatan atau AI dalam berbagai lini bisnis di Indonesia, ternyata konsumen masih lebih mengandalkan satu hal klasik: sentuhan manusia. Fakta ini mencuat dari laporan State of Customer Engagement Report (SOCER) 2025 yang dirilis Twilio, perusahaan teknologi global yang bergerak di bidang interaksi pelanggan.
Dalam survei tersebut, ditemukan bahwa meskipun 90% bisnis di Indonesia telah mengadopsi AI untuk meningkatkan performa dan pendapatan, sebanyak 93% konsumen masih menggantungkan kepercayaannya pada pengalaman personal yang manusiawi dan transparan.
Irfan Ismail, Regional Vice President South Asia & APAC, ISV Sales Twilio memaparkan bahwa laporan Twilio melibatkan lebih dari 7.600 konsumen dan 600 pimpinan bisnis di 18 negara, termasuk Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan adopsi AI tertinggi di Asia Tenggara. Seluruh bisnis yang disurvei di Indonesia mengaku menggunakan AI, mulai dari menganalisis data pelanggan, mengelola keamanan, hingga memberikan rekomendasi berbasis data.
Baca Juga
Advertisement
Namun, paradiva, realitas di mata konsumen cukup berbeda. Jika 94% brand merasa telah menghadirkan personalisasi dengan baik, hanya 72% konsumen yang setuju. Bahkan, cuma 10% yang merasa personalisasi itu dilakukan secara konsisten oleh brand. Sebanyak 39% konsumen menyebut personalisasi hanya muncul sesekali—dan ini jadi sinyal penting bahwa ekspektasi belum sepenuhnya terpenuhi.
Sentuhan Manusia Tetap Penting di Era AI
Tak bisa dimungkiri, AI membawa keuntungan nyata bagi bisnis. Sebanyak 90% brand melaporkan adanya kenaikan pendapatan setelah memanfaatkan AI untuk personalisasi konten, rekomendasi, hingga pelayanan real-time. Sebanyak 74% bahkan berhasil menyesuaikan penawaran mereka sesuai preferensi konsumen.
Baca Juga
Advertisement
Namun, loyalitas pelanggan bukan cuma soal efisiensi. Survei menemukan bahwa 55% konsumen tidak yakin brand benar-benar memakai data untuk kepentingan pelanggan, sementara 39% mengaku sudah bosan dengan interaksi berbasis AI yang terasa tidak alami.
Padahal, ketika personalisasi dijalankan dengan tepat, dampaknya luar biasa. Sebanyak 93% konsumen Indonesia mengaku lebih mungkin membeli dari brand yang memberikan interaksi personal secara real-time. Sayangnya, hanya 44% brand yang mampu memenuhi ekspektasi ini.
Di tengah keunggulan AI, paradiva, ada satu fakta yang tak terbantahkan: konsumen masih menginginkan kendali dan kejelasan dalam interaksi mereka. Sebanyak 88% konsumen Indonesia berharap pengalaman dengan AI bisa terasa seperti berbicara dengan manusia. Bahkan, 67% lebih memilih agen manusia jika AI gagal memberikan solusi.
Baca Juga
Advertisement
Selain itu, 64% konsumen ingin tahu jika mereka sedang berbicara dengan AI, bukan agen sungguhan. Transparansi semacam ini penting agar pelanggan tidak merasa dimanipulasi atau tertipu. Lebih dari itu, 86% konsumen ingin diberi pilihan sendiri tentang bagaimana mereka ingin berkomunikasi dengan brand.
Bagi para pelaku bisnis, laporan ini adalah pengingat keras: AI bukan pengganti manusia, melainkan alat bantu yang harus dijalankan dengan strategi cermat. Tanpa pemahaman mendalam terhadap perilaku dan kebutuhan konsumen, penggunaan AI justru bisa merusak reputasi brand.
“Ini menunjukkan bahwa konsumen ingin tetap punya kendali dalam berinteraksi dengan brand di era AI. Brand harus punya strategi yang tepat dan transparan untuk membangun kepercayaan dan loyalitas. Hanya brand yang bisa mempersonalisasi layanan secara luas sambil tetap fokus pada kebutuhan pelanggan yang akan menang dalam persaingan,” tandas Irfan.
Baca Juga
Advertisement
Paradiva, kita bisa melihat banyak contoh nyata. Chatbot yang gagal menyelesaikan masalah sering kali membuat konsumen frustasi. Bahkan, mereka harus curhat ke media sosial untuk mendapat perhatian. Ini bukan solusi, melainkan titik kegagalan dari strategi otomatisasi.
Sebaliknya, layanan pelanggan yang baik, meski sederhana, justru memberi dampak luar biasa. Misalnya, tawaran diskon kecil untuk ulasan Google bisa lebih efektif dibandingkan kampanye AI mahal yang terasa tidak personal.
Jangan Asal Pakai AI, Harus Pahami Data
Baca Juga
Advertisement
Kesalahan umum dalam penggunaan AI adalah mengirimkan promosi ke semua konsumen tanpa melihat relevansinya. Misalnya, paradiva baru buka aplikasi e-commerce malam hari, langsung dibombardir notifikasi promo yang mengganggu waktu istirahat.
Personal branding bukan sekadar mengandalkan AI, tapi juga menggunakan data dengan bijak. Brand harus tahu: apa yang dibutuhkan konsumen, kapan mereka aktif dan saluran komunikasi favorit mereka.
Dengan memanfaatkan first-party data yang sudah dikumpulkan, brand bisa menciptakan pengalaman yang benar-benar relevan dan disukai pelanggan.
Baca Juga
Advertisement
Penerapan teknologi yang baik harus berangkat dari empati. Contoh sederhana: rumah sakit bisa mengatur antrean dengan lebih efisien lewat sistem digital yang memberi tahu waktu kedatangan pasti, bukan membiarkan pasien menunggu berjam-jam tanpa kepastian.
Hal ini bisa diterapkan juga di sektor lain. Jika AI bisa digunakan untuk membuat interaksi lebih manusiawi, konsumen akan merasa dihargai. Teknologi tidak boleh hanya mengejar efisiensi, tapi harus menambah kenyamanan dan kepercayaan.
Apa yang Bisa Dipetik Brand dari Temuan Ini?
Baca Juga
Advertisement
1. Personalisasi = Kepercayaan + Relevansi. Jangan hanya tampil canggih. Pahami kebutuhan spesifik konsumen.
2. AI = Alat, Bukan Solusi Mutlak. Jangan tinggalkan sentuhan manusia dalam interaksi pelanggan.
3. Transparansi Penting. Konsumen ingin tahu apakah mereka bicara dengan AI atau manusia.
Baca Juga
Advertisement
4. Gunakan Data Secara Etis. Kirim pesan yang sesuai konteks, waktu, dan kebutuhan.
5. Berikan Kendali kepada Konsumen. Biarkan mereka memilih kanal komunikasi favorit.
Paradiva, kesuksesan di era digital bukan hanya soal kecepatan adopsi teknologi, tapi bagaimana teknologi tersebut digunakan untuk membangun hubungan yang bermakna dengan konsumen.
Baca Juga
Advertisement
Laporan SOCER 2025 dari Twilio menegaskan bahwa hanya brand yang mampu menggabungkan teknologi cerdas, transparansi, dan empati yang akan memenangkan hati konsumen di pasar yang makin kompetitif ini.
Cek berita teknologi, review gadget dan video Gadgetdiva.id di Google News. Baca berita otomotif untuk perempuan di Otodiva.id, kalau butuh in-depth review gadget terkini kunjungi Gizmologi.id. Bagi yang suka jalan-jalan, wajib baca Traveldiva.id.